Wednesday, September 30, 2015

Prau? Cikuray? Udah Lama Gak Hayuk (Mukadimah)

Mahasiswa semester akhir tinggal ngoprek skripsi sama dengan pengangguran terselubung. Yap, artinya banyak waktu luang yang musti didayagunakan.

Ceilah.


Intinya ya nganggur = libur = liburan = jalanjalan
Terakhir kali ngetrip kita nyelem di pulau Tunda, masih kawasan Serang-Banten. bacotannya bisa diliat di blog kawan yang satu ini. Lalu tercetuslah rencana pemberangkatan ke kawasan yang bisa foto sama kertas sekian em de pe el kayak anak gaul sosmed jaman sekarang, a.k.a hiking.

Setelah menjajal Pulosari di Banten dan gunung Gede yang emang gede di wilayah Jawa Barat kali ini kawasan wisata Dieng jadi destinasi, Gunung Prau lebih tepatnya. Maka dari itu dimulailah tahap awal dari sebuah perjalanan: ngumpulin info. Jaman modern jaman internet masuk desa, cari info tuh guampang. Begitulah, setelah kuota kenyang download terbeli lalu browsing sana sini, akhirnya diperoleh lah beberapa Gb JAV dari torrent dan informasi catatan perjalanan beberapa orang yang pernah mampir ke Prau lengkap dengan rinciaan anggarannya. Oke fix, bulan depan berangkat.

Selang beberapa minggu, antusiasme kawan jancuk yang lain mulai pudar entah mengapa. Ditambah satu personil malah duluan kesana dengan rombongannya dewek. Pfft. Gak lengkap ya gak rame, gak asik lah. Mungkin demikian. Maka dari itu disusun lah rencana baru dengan personil yang hanya dua orang. Destinasinya kali ini geser dikit ke Jawa Barat, yaitu Cikuray.
Cikuray


Browsing browsing lagi, download JAV lagi, cari info lagi. Terkumpul sudah data-data utama terkait estimasi biaya yang ternyata lebih murah dari Prau. Fix, berangkat (lagi). Berhubung Cikuray lumayan galak karena kata yang pernah kesana dengkul bakal ketemu jidat, maka gak bagus kalau Cuma berduaan. Selain rawan dituduh maho, pendakiaan berduaan cukup bahaya buat pemula kek kami, kalau tepar salah satu repot juga. So, dengan sayembara satu personil baru pun didapat. Sayangnya doi juga nubitol.

Seminggu menjelang hari-H logistik sudah ready stok, keril pun gendut siap diangkut.


Namun takdir berkata lain, kawan kita si personil baru urung berangkat kalau hanya bertiga, khawatir ada apa-apa nantinya. Apa-apa itu apa dah? K Duhyaa, mau bijimana lagi, hari baik sudah datang personil masih kurang. Dengan menyisakan hanya dua pria pengangguran, trip Garut pun dibatalkan. Pfft.



Beberapa hari sebelumnya ada seorang kawan lama yang beta ajak join melengkapi tim ke Garut, tapi doi malah ajak beta ke Wonosobo. Jajal Merbabu mamen. Pikir punya pikir sayang juga ini keril sudah gendut, boleh lah ikut kru-nya doi yang baru ada empat batang. Yap, batangan kabeh. Sayangnya si kawan Garut enggan join karena gak enakan ikut ngerecokin kru asing. Maka diputuskanlah beta seorang yang berangkat. Dengan mantap diteleponlah kangmas agen bus Handoyo malam itu juga dalam rangka pesan tiket menuju Wonosobo keesokan harinya. Huahh, Merbabu... Here we come!

Friday, January 16, 2015

Siklus

Life's a cycle. Shit happens and it's normal.


Entah darimana jargon itu aku dapatkan, tapi yang pasti itu sejalan dengan pemahamanku atas segala sesuatu. Seperti kata orang, hidup itu kadang di atas kadang di bawah. Seperti garpu forklift.

Life's a cycle

Hidup adalah siklus. Yang namanya siklus sudah pasti berputar. Dari awal, kembali ke awal, yang baru. Sirkular, tidak linear. Sirkular, siklus, berputar. Pernah lihat gambar siklus hidup nyamuk? Ya, dari telur, menjadi larva, melewati beberapa tahapan hingga akhirnya berwujud nyamuk dewasa-yang kemudian bertelur lagi.
siklus nyamuk

Dari awal kembali ke awal, yang baru. Siklus. Teori yang selalu aku jadikan pegangan, terutama saat ada di putaran bawah. Jelas, ini bukan teori ahli yang bisa dikutip dalam skripsi lalu dijadikan referensi. Setidaknya itu menurutku.

Hidup ini siklus. Dalam pemahaman yang luas tentunya. Senang-sedih-senang, atas-bawah-atas, pagi-siang-sore-pagi, dan yang lain-lain. Semuanya berputar sesuai garis edarnya.

Shit happens

Hal buruk pasti terjadi. Terlepas dari buruk dalam perspektif siapa, karena realitas manusia itu jamak. Hal yang dianggap buruk pasti akan terjadi, eventually. Sunatullah. Sebuah keniscayaan bahwa diantara berjuta kejadian pasti tidak semuanya sesuai keinginan. Terkadang bahkan menyedihkan, memuakkan. Itulah hidup, shit happens.

It's normal

Hal buruk itu wajar. Manusia hidup dinamis. Terkadang ke kanan, terkadang ke kiri, dan di lain waktu mungkin ke atas. Tidak ada yang hidup dalam stagnasi, mandek, tanpa perubahan diri. Kalaupun ada ya pasti tidak ada. Pasti hanya anggapan semata. Yah, tulisan inipun anggapan saya semata.

Siklus adalah kedinamisan itu sendiri. Hidup manusia sesampah apapun pasti pernah atau akan-entah kapan-menjadi tidak sampah. Itulah siklus. Ibarat sebuah roda nasib manusia ada di salah satu titiknya. Kalau diameternya kecil maka rotasi akan cepat, cepet senang cepet susah dan seterusnya. Kalau diameternya luas, ya bisa dibayangkan. Intinya, hidup ini, selama berwujud materi akan selalu sementara. Entah itu yang dianggap baik atau sebaliknya.


Selama melihat daun telinga sendiri saja masih perlu cermin, selama itulah kau masih manusia, dengan segala kesementaraannya.

Lamunan Pengangguran

            Sudah lama rasanya gak tidur seperti manusia. Setidaknya manusia standar menurut persepsi sebagian orang. Jangan menggeneralisasi.
Entah, ini kali keberapa, tapi rasa khawatir kembali datang. Mau kemana? Ini bukan sedang menentukan tujuan plesiran atau jalan-jalan seperti Jebraw. Tapi lebih ke arah masa depan. Iya, dua menit lagi pun adalah masa depan. But it's about "the future", the mainstream definition of "future". Okay, Roger that.
            Pada dasarnya memilih itu mudah. Setidaknya lebih mudah ketimbang esay atau soal cerita. Tapi konsekuensi dari pilihan itu yang harus mantap dijalani. Entah jika salah memilih akan mengurangi poin atau bahkan menjadi bahan ejekan. Normalnya, pilihan akan selalu menjadi bagian dari dinamika kehidupan manusia. Iya, normalnya. Karena koin selalu punya dua sisi, kanan atau kiri, depan atau belakang, normal atau abnormal.
Alright, just cut the normality crap. Shit is getting out of the context.
            Bicara soal pilihan, sering pilihan itu dipandang sebelah mata karena tidak mengikuti arus utama. Kuliah misalnya. Ada yang sudah menghabiskan empat semester di satu jurusan tetapi memilih untuk pindah ke jurusan lain dengan konsekuensi mengulang dari semester awal. Itu artinya mereset dua tahun masa kuliah.
Sayang banget kan? Padahal tanggung udah semester empat.
Nah, mungkin itu respon sebagian orang. Ada yang kasihan, ada pula yang mencemooh. Tapi, apa mereka tau alasan si mahasiswa pindah jurusan? Atau hanya bersikap reaktif saja? Padahal, si mahasiswa layak diapresiasi. Dia memilih jalan hidupnya. Mungkin sedari awal mimpinya bukan di jurusan A tapi di B. Mungkin bakatnya bukan A tapi B. Terlepas dari itu semua, yang terpenting adalah motivasi itu datang dari nuraninya sendiri, tanpa paksaan tanpa tekanan. Keberanian menentukan nasib sendiri itu patut diacungi jempol.

Sedangkan aku? Heh, I don't have the guts yet. Bukan, bukan soal jurusan. Ini tentang menentukan pilihan. Menghidupkan dan memberi jalan agar mimpi bisa terwujudkan.

            Manusia akan tertidur, mungkin bermimpi dan mungkin bangun lagi. Namun satu yang pasti, jangan biarkan mimpi itu pergi.

Heavy New Year

Ahad, Januari 4 2015

            Selamat tahun baru 2015. Entah apa yang mesti diselamati dari hari ini. Bukankah ini hanya sekedar hari yang lain diantara 365 hari yang berganti setiap hari? Apakah karena hanya datang setahun sekali? Toh 14 november juga hanya ada satu tahun sekali kan? Kenapa tidak ada "selamat hari selasa tanggal 6"? Padahal sekedar Simbolis kan? Seremonial. Buat apa? Kenapa mereka merayakannya? And if you ask Why, It's because they can. That's it.
            Awal tahun 2015  sepertinya aneh jika saling memberi selamat. Tidak lihat kah berita di televisi? Banyak yang musti diselamatkan, bukan diselamati. Banjir bandung, tanah longsor, AirAsia masuk air, hingga ongkos angkutan umum dan seminar on ELT.

Sunday, September 21, 2014

KKM Untirta 2014: AAPJ, Ada Apa Panyaungan Jaya?

Serang, Tujuh Agustus dua-rebu-empat-belas...


Waktunya pemberangkatan dari kampus-sebut saja Untirta- ke desa-desa yang bakal dijadiin tempat buat ngisi kolom nilai KKM di KHS masing-masing.

Apaan? Untirta itu apa? Pertanyaan yang super sekali. Kapan-kapan ane ceritain barang yang satu itu. Sekarang kita fokyuskan dulu pembahasan kita ke tema KaKa'eM. Lanjyut~

Tergabung dalam kelompok 21, ane dan 12 kawan lain diposisikan untuk mengabdikan diri selama satu bulan di sebuah desa di kabupaten Serang, tepatnya kecamatan Ciomas. Kalo dari kampus lewat KP3B tembus lampu merah Palima tuh lurus aje gan jangan ke kiri, tar nyasar ke Pandeglang :|
Total 11 atau 12 kelompok di kecamatan Ciomas karena disesuaikan dengan jumlah desa disana. Desa tempat ane bernaung namanya Panyaungan Jaya, tapi sebut saja PJ supaya asik :p
Lokasinya di kaki gunung Karang dan estimasi yaaa sekitar satu jam perjalanan dari kampus Serang kalo nyantai naik motor, selow~

Itu gunung Karang broh, elu manjat nembusnye ke Pandeglang :D

Berangkat gan...


Overall kondisi jalan menuju TKP sih alus, udah dibeton walaupun agak terkesan pehape :')
Kenapa pehape? oke, sepanjang jalan di kecamatan Pabuaran emang udah dibeton, tapi gak fullteng. Itu beton gak sepanjang kasih ibu kepada beta, soalnya selang beberapa puluh meter betonnya jeda dulu dan lanjut lagi beberapa meter kemudian, dan seterusnya dan seterusnya. Jadi ya gitu, elu lagi klimaks ngebut tau-tau jalan alusnya to be continue, kan kentang tuh jadinye :d
Selain beton yang bikin kentang, sepanjang jalan di wilayah Pabuaran cenderung berkabut, apalagi kalo ada mobil gede yang jalan pelan di depan lu :D. Yap, sepanjang jalan raya Palka ini emang banyak aktivitas penambangan pasir, jadi gak heran kalo berkabut tebal bin ngebul bikin asma. Jadi ya siapin aja deh masker untuk mengamankan sistim pernapasan lu. Masker ketimun dan alpukat gak termasuk yah, bengkoang juga, plis jangan aneh-aneh gan :|

Sekitar 20 menit perjalanan dari Palima jalan akan mulai menanjak, dan itu artinya elu udah mulai memasuki kawasan Ciomas :D
Desa pertama yang akan elu lewati adalah desa Sukadana. Berlokasi di kawasan pasar ciomas, disini berdiam kelompok 19 yang ketuanya serada oplo ._. Lanjut dikit ke atas lagi ada desa Sukabares, wilayahnya kelompok 20. Naah, maju lagi dikit lewatin pertigaan bakal ada gapura di sisi kiri jalan.

daaan selamat! Anda telah memasuki kawasan kelompok 21 desa Panyaungan Jaya :D


Satu saran ane kalo mau ke TKP pastiin kendaraan dalam keadaan sehat walafiat jasmani dan jashujan. Jalannya sih gak rusak-rusak amat, masih layak lah keadaan aspalnya, tapi sudut kemiringan alias elevasi jalannya itu loh bro, bebek ane ampe ngejerit pas nanjak. Maklum lah, Supra X keluaran 2002 masih 110cc *plakk
oiya, pertama kemari waktu survei pake mobil isi sembilan, kaga kuat nanjak gan, hampir nyemplung jurang :'D

Oke sekilas soal desa Panyaungan Jaya...


Ini desa baru loh gan, baru pemekaran dari Sukabares sekitar tahun 2009 so lurahnya masih anget :D
Kalo berdasarkan profil desa yang ane terima sih batas-batas wilayahnya begini nih gan:

  • Sebelah Utara                : Desa Suka Bares
  • Sebelah Selatan             : Gunung Karang, Kabupaten Pandeglang
  • Sebelah Timur               : Desa Citaman
  • Sebelah Barat                : Desa Sukarena
Sementara kampung Sukabares sendiri masuknya ke desa PJ
plang penanda kampung Sukabares


Masih dari sumber yang sama, katanya sih luas wilayah PJ nyampe 360 Ha gan, yang terdiri dari darat dan sawah. Luas darat mencapai 288 Ha dan luas sawah mencapai 72 Ha. Tapi menurut ane yang banyak di desa ya perkebunan, banyak kebon, banyak hutan, dan banyak tangkil.
Itu tadi tentang keadaan geografis ya, nah kalo masyarakatnya tuh umumnya pake bahasa Sunda kasar gitu dah, dan logatnya pun menurut ane beda dengan yang biasa, serada gimanaaaa gitu :D

Warga di sini  ramah-ramah kok, kagak tengil kayak di kota :p dan ada sesuatu yang udah jadi budaya di sini, yaitu hampir tiap hari ada aja yang bacakan, masak bareng makan bareng beralaskan daun pisang gitu, dan yang ane heran daun pisang disini infinite kek pake gameshark :D

bacakan di saung MTs Al fauzan

bacakan di depan sekolahan

bacakan di hutan :D
yang baju merah Sekdes noh :D

Namanya mahasiswa KaKa'eM ya gak jauh-jauh dari proker a.k.a program kera, eh program kerja.


Program kerja salah satunya disusun berdasarkan apa permasalahan yang ada di desa dan bagaimana cara mengatasinya, iya nggak? gak tau deh. Gak perlu tau proker kite-kite di mari tuh apa aja, ane cuma mau cerita dikit soal hal-hal apa aja yang mungkin bisa dijadiin proker buat yang nanti dapet penempatan di kawasan PJ ini. Diantaranya adalah:
Yang pertama...
Solat malam dirikanlah ._. :p
Yang kedua, desa ini adanya di dataran tinggi, logikanya air itu mengalir dari atas ke bawah, jadi yang jadi perhatian disini adalah AIR. Okelah bukan di desa gak ada air, ada air, tapi gak melimpah. Cukup, kalo satu rumah isinya wajar, bangsa lima orang gitu. Masalahnya, kalo elu KKM seenggaknya satu kelompok tuh ada 12 sampe 15 orang, gimane tuh hayo?
Air di sini sistemnya gak ngebor trus pake pompa gitu, kebayang dong kalo mau ngebor berapa meter? maka dari itu, warga disini ngalirin air dari sumber di kampung atas pake selang dan pipa-pipa, jadi jangan heran kalo di seantero kampung terhubung satu sama lain oleh selang aer gan. Air di selang ini pun gak ngucur deres, kadang-kadang gak ngalir karena satu dan lain hal, itulah kenapa kalo buat 15 orang ya repot juga, bak belom penuh keburu abis lagi buat perangkat boker satu orang :p

Tapi jangan kecewa dulu, untuk urusan mandi sih gampang, apalagi buat para pria jantan yang macho nan rupawan. Ada tempat yang asik buat mandi, nyuci, berenang, berendem, dan buang hajat di alam bebas :D
Cibulakan, tempat favorit ane selama di PJ gan. Kolam mata air ini masih jernih banget, seger dan banyak ikannya. Akses ke TKP nya gampang kok gan, tinggal masuk hutan dikit dan naik turun dikit udah nyampe. Warga kadang-kadang mandi atau nyuci di sini. Tempatnya sih gak rame gan jadi enjoy aja mau pake sempak doang juga :D

Cibulakan dari atas
Kedalamannya sih cukup lah buat nyelem. Tinggi ane sekitar 170cm dan saat nyebur air tuh se perut ane kalo gak salah. Yang pasti suhunya nyess broh, makanya ane mandinya siang mulu rapel pagi dan sore. Kalo menjelang magrib suhunya labih menggetarkan deh :D

jernih bero

Oke oke udahan dulu mandinya, balik lagi ke permasalahan. Jadi ya gitu, mungkin elu nanti bisa berbuat sesuatu yang berhubungan dengan air untuk membantu warga di sana. Entah selangnya lu apain kek atau mau pada bikin PDAM kek apa kek bebass.

Lanjut ke persoalan yang ketiga...
Satu kata, Penerangan. yak, penerangan di desa minim banget. Selain itu pepohonan masih rindang pula, menambah nuansa gelap yang mencekam. oke. lebay.
Di PJ tuh, kalo udah lewat jam delapan malem udah sepi banget, kalo gak pake senter mungkin agak susah mau kemana-mana juga. Bae bae nyemplung jurang kalo gak biasa mah. Maka dari itu kalo mau dan kalo bisa coba yang KKM selanjutnya di PJ bisa mengurusi soal masalah penerangan ini. InsyaAllah berasa manfaatnya :3


Capek ngetik~


Ane lupa bero mau nulis apa lagi, entar dah dilanjut lagi kalo udah ada yang menggerakkan jemari ini lagi untuk memijit-mijit papan tombol seraya berbagi, baik itu masih tentang desa PJ ataupun hal-hal picisan yang lain, yang mungkin gak elu temukan di lapak yang lain. Akhir kata selamat berimajinasi, sampai jumpa di lain post, dan hati-hati di jamban~ wassalam (titik)

Tuesday, January 28, 2014

Review Binokuler Bushnell KW Jamban

Bismillah dulu supaya berkah. Bismillahirrohmaanirrohiim~

Postingan perdana nih bos (kek kartu sim), rencananya sih cuma mau berbagi informasi gitu lah. Niatan ini terbesit disebabkan oleh keresahan gua yang sering menemui batu sandungan dalam mencari informasi-informasi picisan di search engine langganan gua yang katanya tau segalanya bos (bayangin, salah input keyword aje dibetulin ama operatornye, anjir sotoy bet dia). Dengan kata lain yaa intinya gua mau kasih informasi-informasi picisan yang sulit ditemukan bahkan di lautan terdalam ataupun comberan terdangkal.


Nah langsung aja gua mau kasih sedikit, seuprit, atau sejumput pengetahuan, semacam resensi (kek buku dah?), oke mungkin bukan resensi, review gitu dah, atau bahasa kerennya ulasan. Ulasan kali ini tentang suatu produk optik, yaitu binokuler. Kaga tau binokuler? kalo kekeran tau? nahh itu bahasa anak bocahnya.


Gua pribadi pertama tertarik ama barang yang satu ini karena gua seorang pengamat. Gua sering bengong sendiri dan memandangi lingkungan sekitar. Pada suatu hari (jeng jeng) nemu lah informasi tentang barang yang satu ini dari kaskus. Akhirnya gua putuskan untuk membeli salah satu Binokuler merk Bushnell KW Jamban. Kenapa gua sebut KW Jamban? Karena ini barang memang kawe se kawe kawenya kawean broh! Bayangkan, (now loading...) Bushnell ori harganya diatas 500 ribu, sedangkan si jamban ini katanya hasil cuci gudang dan dibanderol seharga duit birunya Pak I Gusti Ngurah Rai. Jamban gak tuh.


ini dia penampakan bungkusnya:



Boks Binokular Bushnell 10x25
Bungkusnya tipis, cuma karton seperti minan-mainan pabrikan China. Yang didapat dari dalem boks ini adalah sehelai kain pembersih lensa (jangan dipake, pokoknya jangan), selembar kertas petunjuk/manual yang banyak typonya, softcase, dan.. apa lagi ya.. oh, iya, binokulernya. *plakk

Setelah bungkus dibongkar dengan brutal, gua dapati si binokuler jamban dalam keadaan fisik yang kurang oke, dalam artian pembuatannya kurang rapih (yaiyalah, wong murah cuk!). Kemudian langsunglah gua coba untuk ngeker dan hasilnya, burem. Wah wah, sepertinya gua kena tipu! Eits, jangan sedih jangan resah dan gelisah, ternyata fokusnya belum diatur :D. Lalu dengan sedikit pengaturan gua coba lagi dan hasilnya pun lebih baik. Kualitas citranya lumayan jernih. Gua beri nilai 70 dari 100.


Nyang ini penampakan si kekeran:



Bushnell Binocular 10x25
Berdasarkan artikel-artikel yang gua baca, hindari membeli bino yang coating lensanya warna merah. Kenapa? karena menggunakan pengawet dan pewarna tekstil? bukan, ini bukan jajanan pasar. Alasannya adalah karena coating lensa merah menghasilkan kualitas citra yang paling buruk. Bino milik gua sendiri coating lensanya warna biru.

Sekitar seminggu menggunakan barang ini lensa sebelah kiri mulai burem. Kemungkinan karena pernah gua usap pakai kain pembersih yang sebelumnya gua sebutin di atas. Menurut beberapa sumber, untuk membersihkan lensa disarankan memakai cairan alkohol. Berhubung alkohol apotik nggak ada, maka gua putuskan untuk mencelupkan kain pembersih ke segelas whisky (bukan punya ane gan) karena mengandung alkohol sebesar 42%. Alhasil.. makin burem haha :|.

Well, mungkin segini dulu ulasan ngalor ngidul tentang binokuler jamban. Saran gua adalah nabung dulu kalau mau beli binokuler, usahain jangan yang jamban. Binokuler merk Celestron banyak kok yang (sepertinya) jauh lebih berkualitas dengan harga 200 ribuan. Namun kalau budget mentok mau beli/pakai yang abal juga terserah sih, banyak juga yang bagus kok (kalo hoki :D).