Friday, January 16, 2015

Siklus

Life's a cycle. Shit happens and it's normal.


Entah darimana jargon itu aku dapatkan, tapi yang pasti itu sejalan dengan pemahamanku atas segala sesuatu. Seperti kata orang, hidup itu kadang di atas kadang di bawah. Seperti garpu forklift.

Life's a cycle

Hidup adalah siklus. Yang namanya siklus sudah pasti berputar. Dari awal, kembali ke awal, yang baru. Sirkular, tidak linear. Sirkular, siklus, berputar. Pernah lihat gambar siklus hidup nyamuk? Ya, dari telur, menjadi larva, melewati beberapa tahapan hingga akhirnya berwujud nyamuk dewasa-yang kemudian bertelur lagi.
siklus nyamuk

Dari awal kembali ke awal, yang baru. Siklus. Teori yang selalu aku jadikan pegangan, terutama saat ada di putaran bawah. Jelas, ini bukan teori ahli yang bisa dikutip dalam skripsi lalu dijadikan referensi. Setidaknya itu menurutku.

Hidup ini siklus. Dalam pemahaman yang luas tentunya. Senang-sedih-senang, atas-bawah-atas, pagi-siang-sore-pagi, dan yang lain-lain. Semuanya berputar sesuai garis edarnya.

Shit happens

Hal buruk pasti terjadi. Terlepas dari buruk dalam perspektif siapa, karena realitas manusia itu jamak. Hal yang dianggap buruk pasti akan terjadi, eventually. Sunatullah. Sebuah keniscayaan bahwa diantara berjuta kejadian pasti tidak semuanya sesuai keinginan. Terkadang bahkan menyedihkan, memuakkan. Itulah hidup, shit happens.

It's normal

Hal buruk itu wajar. Manusia hidup dinamis. Terkadang ke kanan, terkadang ke kiri, dan di lain waktu mungkin ke atas. Tidak ada yang hidup dalam stagnasi, mandek, tanpa perubahan diri. Kalaupun ada ya pasti tidak ada. Pasti hanya anggapan semata. Yah, tulisan inipun anggapan saya semata.

Siklus adalah kedinamisan itu sendiri. Hidup manusia sesampah apapun pasti pernah atau akan-entah kapan-menjadi tidak sampah. Itulah siklus. Ibarat sebuah roda nasib manusia ada di salah satu titiknya. Kalau diameternya kecil maka rotasi akan cepat, cepet senang cepet susah dan seterusnya. Kalau diameternya luas, ya bisa dibayangkan. Intinya, hidup ini, selama berwujud materi akan selalu sementara. Entah itu yang dianggap baik atau sebaliknya.


Selama melihat daun telinga sendiri saja masih perlu cermin, selama itulah kau masih manusia, dengan segala kesementaraannya.

Lamunan Pengangguran

            Sudah lama rasanya gak tidur seperti manusia. Setidaknya manusia standar menurut persepsi sebagian orang. Jangan menggeneralisasi.
Entah, ini kali keberapa, tapi rasa khawatir kembali datang. Mau kemana? Ini bukan sedang menentukan tujuan plesiran atau jalan-jalan seperti Jebraw. Tapi lebih ke arah masa depan. Iya, dua menit lagi pun adalah masa depan. But it's about "the future", the mainstream definition of "future". Okay, Roger that.
            Pada dasarnya memilih itu mudah. Setidaknya lebih mudah ketimbang esay atau soal cerita. Tapi konsekuensi dari pilihan itu yang harus mantap dijalani. Entah jika salah memilih akan mengurangi poin atau bahkan menjadi bahan ejekan. Normalnya, pilihan akan selalu menjadi bagian dari dinamika kehidupan manusia. Iya, normalnya. Karena koin selalu punya dua sisi, kanan atau kiri, depan atau belakang, normal atau abnormal.
Alright, just cut the normality crap. Shit is getting out of the context.
            Bicara soal pilihan, sering pilihan itu dipandang sebelah mata karena tidak mengikuti arus utama. Kuliah misalnya. Ada yang sudah menghabiskan empat semester di satu jurusan tetapi memilih untuk pindah ke jurusan lain dengan konsekuensi mengulang dari semester awal. Itu artinya mereset dua tahun masa kuliah.
Sayang banget kan? Padahal tanggung udah semester empat.
Nah, mungkin itu respon sebagian orang. Ada yang kasihan, ada pula yang mencemooh. Tapi, apa mereka tau alasan si mahasiswa pindah jurusan? Atau hanya bersikap reaktif saja? Padahal, si mahasiswa layak diapresiasi. Dia memilih jalan hidupnya. Mungkin sedari awal mimpinya bukan di jurusan A tapi di B. Mungkin bakatnya bukan A tapi B. Terlepas dari itu semua, yang terpenting adalah motivasi itu datang dari nuraninya sendiri, tanpa paksaan tanpa tekanan. Keberanian menentukan nasib sendiri itu patut diacungi jempol.

Sedangkan aku? Heh, I don't have the guts yet. Bukan, bukan soal jurusan. Ini tentang menentukan pilihan. Menghidupkan dan memberi jalan agar mimpi bisa terwujudkan.

            Manusia akan tertidur, mungkin bermimpi dan mungkin bangun lagi. Namun satu yang pasti, jangan biarkan mimpi itu pergi.

Heavy New Year

Ahad, Januari 4 2015

            Selamat tahun baru 2015. Entah apa yang mesti diselamati dari hari ini. Bukankah ini hanya sekedar hari yang lain diantara 365 hari yang berganti setiap hari? Apakah karena hanya datang setahun sekali? Toh 14 november juga hanya ada satu tahun sekali kan? Kenapa tidak ada "selamat hari selasa tanggal 6"? Padahal sekedar Simbolis kan? Seremonial. Buat apa? Kenapa mereka merayakannya? And if you ask Why, It's because they can. That's it.
            Awal tahun 2015  sepertinya aneh jika saling memberi selamat. Tidak lihat kah berita di televisi? Banyak yang musti diselamatkan, bukan diselamati. Banjir bandung, tanah longsor, AirAsia masuk air, hingga ongkos angkutan umum dan seminar on ELT.